Membaca Julia



— karya biasa saja dari yuli rachmawati

Yuli Rachmawati; Yuli; Rachmawati; Julia Perez; Julia; Perez; Jupe; Jupenizer; Jupe Army; Kirana Azalea; Adib Rifqi Setiawan; Adib; Rifqi; Setiawan; AdibRS; Adib RS; Alobatnic; Pelantan; Santri Scholar; Santri; Scholar; Menjilati Yuli; Membaca Julia;


Judul Buku: JUPE: My Uncut Story
Penulis: Yuli Rachmawati (Julia Perez)
Penerbit: Oneworld Publications
Waktu: September, 2014

Yuli Rachmawati atau biasa disapa Jupe merupakan sosok yang sangat saya kagumi sejak awal kariernya. Boleh dibilang saya menggilainya hatta memandangnya tanpa cela. Meski tak selalu sempat menyaksikan Jupe tampil on atau off air, seluruh unjuk rasanya bisa saya nikmati. Unjuk rasa tersebut macam-macam bentuknya karena Jupe memang tipikal penghibur yang segalanya mau ditekuni. Mulai dari film, drama, bahkan lagu. Kini, Jupe pun mencoba peruntungan dengan menulis buku.

JUPE: My Uncut Story, judul buku yang ditulisnya. Buku ini diluncurkan di Warung Pasta, Kemang, Jakarta Selatan pada 27 Oktober 2014. Tentu sebagai penggila beratnya, nyaris tak ada hal baru dalam buku ini. Banyak hal mengenai Jupe sudah saya tahu. Apalagi Jupe terbilang penghibur dengan daya pikat terhadap media (massa dan sosial). Indikatornya bisa dilihat melalui sebuah cuitan Jupe melalui akun Twitter-nya saja bisa menjadi bahan berita. Terbayang bukan kalau seorang dengan daya pikat seperti ini sampai menyempatkan menulis kisahnya sendiri?

Cantik itu menurut gue 5 B (Brain, Beauty, Behave, and Boobs).

Oops, bra 36D! Hmmm... people are talking about my boobs. Well, I actually don’t even care about that. Because I just enjoy it (having these big boobs) and I enjoy being myself. So, enjoy my boobs. “You can see,but you can’t touch them”, apa gue harus taro banderol itu di dada gue, di boobs gue, gitu?

Iyalah, pasti gue salah satu orang yang diajak ‘bobo’. Jangan kan, diajak bobo sama orang yang punya duit. Yang nggak punya duit juga berani ngajakin gue bobo. Gue lebih memilih jomlo deh, daripada jadi ‘cewek transit berahi’.

Apa?! Nikah siri hanya buat orang-orang yang nggak mau ribet sama pemerintah. Kalau poligami, buset, nafsu lo gede banget apa? Nikah siri? Please ya, lo pikir apa namanya?

Hmm, masih banyak hal lain yang akan gue omongin. Dari 36 D, cinta, nikah siri sampai aku rapopo. Udah, ah. So, buat lo yang masih penasaran tentang gue, atau masih ngegosipin gue tanpa tahu fakta sebenarnya, helooo~ baca buku gue keleus.

Salam,
Jupe

Sebagai orang yang tak bisa lepas dari perhatian kerumunan, ada masanya ketika Jupe merasakan tekanan. Tekanan dari dunia hiburan sebagai sebuah pekerjaan yang dia pilih untuk memenuhi keburuhan. Dunia hiburan kerap memaksa pelakunya untuk tak menampakkan diri seutuhnya. Malah tak jarang para pelaku terpaksa menampilkan gambaran yang justru bertolak belakang dari kepribadian.

Mungkin keadaan tersebutlah yang ingin disampaikan Jupe melalui JUPE: My Uncut Story. Dengan menyampaikan sendiri secara tertulis, nilai pernyataan lebih kuat dan sanggam terpahat. Hal ini dapat terlihat dari seluruh penuturan Jupe dalam buku ini. Seluruh penuturan mengarah pada penegasan bahwa Jupe memiliki dua sisi, sebagai manusia biasa serta sebagai penghibur.

Sebagai penghibur, Jupe lekat sekali dengan bagian dadanya. Barangkali dada adalah bagian yang paling cepat dan mudah dibayangkan andai nama Jupe disebutkan. Hal ini disinggung Jupe dalam bab tersendiri berjudul 36D.
“Menurut gue, semua bagian tubuh gue indah. Sekalipun itu upil.” tulisnya.
Tak dimungkiri memang bagian dada memiliki daya pikat sangat kuat. Saking kuatnya, Jupe pun sampai merasa perlu menyebut upilnya pun indah. Tak perlu mencibir kalau Jupe menyebut upil, dirinya hanya berusaha menyampaikan harapan agar para penikmat penampilannya melihat dirinya seutuhnya, tak sebatas bagian dada.

Dalam bab selanjutnya, Jupe menuliskan tentang cinta. “Tak ada yang kau ketahui selain namanya, itulah cinta,” ungkap Jalaluddin Rumi. Walau begitu, Jupe berusaha mendefinisikan sendiri makna cinta menurutnya. Buat Jupe, cinta adalah mempertahankan orang yang kita sayang dan kita setia. Oleh karena itu, buatnya, ketika kita menyia-nyiakan orang yang kita cinta, maka itu bukanlah cinta, melainkan nafsu sesaat. Lebih lanjut, Jupe menyebut bahwa nafsu sesaat adalah ungkapan manusia yang takut akan kesendirian.

Selain menuliskan pelurusan dan penegasan mengenai kesan orang lain terhadap dirinya, Jupe juga mengungkapkan pendapatnya terkait dua hal berkelindan wanita: poligami dan nikah siri. Dengan tegas Jupe menolak poligami. Saya sendiri tetap mendukung poligami dengan syarat berupa persetujuan dari calon istri sebelum akad nikah dilaksanakan. Sementara nikah siri dikritik Jupe sebagai perilaku warga negara yang enggan ribet terhadap kebijakan negara.

Pada akhir pembahasan, Jupe menulis bab Move On. “Buat orang yang patah hati, coba bikin kesibukan karena itu adalah caranya. Jangan berlarut-larut dalam kesedihan. Buat karya yang bagus, buat diri lo bangga sama diri sendiri.” tulis Jupe dalam bab ini. Tulisan yang diharapkan olehnya bisa memberikan penghiburan dan membangkitkan pengharapan bagi mereka yang merasa patah hati.

JUPE: My Uncut Story memang hadir dengan berbagai keterbatasan mengenai perkara yang dimengerti Jupe, penulisnya. Keterbatasan yang membuat buku ini tidak lepas dari kekurangan dan kekhilafan, bersifat subjektif, relatif, dan tidak final. Tentunya Jupe mengerti bahwa buku ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk ditulis sebagai naskah hasil dari sebuah kajian ilmiah. Jupe hanya ingin berunjuk rasa, melalui ragam cara yang dia bisa, menulis adalah salah satunya.

Farid Esack, cendekiawan asal Afrika Selatan, membagi hubungan seseorang dengan Al-Quran ke dalam enam bentuk. Farid mengumpamakan interaksi seseorang dengan Al-Quran bagaikan hubungan antara Pecinta (lover) dengan Kekasihnya (beloved). Keenam bentuk itu adalah: the uncritical lover (pecinta buta), the scholarly lover (pecinta ilmiah), the critical lover (pecinta kritis), the friend of lover (kerabat pecinta), the voyeur (para pengintai), dan the polemicst (para pembantah).

Bentuk pertama, yaitu the uncritical lover (pecinta buta). Mereka yang tergolong ke dalam bentuk ini memperlakukan Al-Quran sebagai kitab sakral. Bentuk pertama ini mengukuhkan kesucian Al-Quran tanpa kajian. Sehingga mereka merasa tak perlu mempertanyakan apapun dalam Al-Quran dan tak pernah tahu apa makna dan kegunaannya.

Bentuk kedua adalah the scholarly lover (pecinta ilmiah). Para Pecinta Ilmiah berupaya melakukan kajian untuk memperkaya pemahaman mengenai Al-Quran. Melalui pemahaman ini mereka berupaya menjelaskan mengenai keistimewaan-keistimewaan Al-Quran sembari mengajak agar setiap pihak menerima keistimewaan tersebut. Bentuk kedua ini berupaya mengukuhkan kesucian Al-Quran dengan argumen ilmiah.

Bentuk ketiga adalah para the critical lover (pecinta kritis). Pecinta kritis tak ragu bersikap kritis atas beragam permasalahan yang termuat di dalam Al-Quran. Pecinta kritis berusaha memberikan pemahaman lain mengenai Al-Quran. Sehingga seringkali para penafsir dalam seperti ini mendapat kecaman dan kerap dipertanyakan rasa kecintaannya terhadap Al-Quran.

Bentuk keempat adalah the friend of lover (kerabat pecinta). Kerabat pecinta ini berupaya menunjukkan empatinya terhadap Al-Quran tanpa rasa sungkan menampakkan kekaguman mereka terhahadap kitab mulia umat Islam tersebut. Mereka turut melakukan kajian kritis namun dalam pengungkapan pendapatnya diberikan dengan cara yang simpatik dan empatik.

Bentuk kelima adalah the voyeur (para pengintai). Mereka adalah para pengkaji Al-Quran yang mengkritis habis Al-Quran secara membabi-buta. Mereka biasa bersikap negatif terhadap Al-Quran namun kadang masih mengakui sisi positif Al-Quran selama diungkapkan dengan alasan yang meyakinkan.

Bentuk keenam adalah the polemicst (para pembantah). Para pembantah berupaya melakukan studi tentang Al-Quran yang hanya mengungkap sisi-sisi lemahnya saja. Mereka membaca dan memandang Al-Quran dengan nada sumbang yang terus bersikap antipati pada Al-Quran.

Mengadopsi gagasan Farid tersebut, dalam mengaitkan diri saya dengan JUPE: My Uncut Story, terbilang berada pada posisi mengambang antara the uncritical lover dan the scholarly lover.

Bila melihat bahwa saya menyempatkan membaca lalu menuliskan hasil pembacaan, tampak berada pada the scholarly lover yang mengajak khalayak untuk memberi apresiasi semadyana pada karya ini. Hanya saja, dengan tak mengulas tuntas dan cenderung memaklumi kekurangan disertai mengagumi kelebihan, saya rasa the uncritical lover lebih tepat.

Karena memang mata yang cinta senantiasa tumpul terhadap cela, begitu saya memandang Jupe. Dengan pandangan serupa ini pula saya menyempatkan menulis perjalanan pribadi Jupe, melalui catatan berjudul Menjilati Yuli.