Restoe Boemi Arjuna


— crazy little thing called love escape from the swamp

Kirana Azalea; Adib Rifqi Setiawan; Adib; Rifqi; Setiawan; AdibRS; Adib RS; Alobatnic; Pelantan; Santri Scholar; Santri; Scholar; Godly Nationalism; Itz Spring Voice; Zlatan Ibrahimović; Zlatan; Ibrahimović;

Zlatan Ibrahimović memiliki perilaku mudah meledak. Terlebih ketika laki kelahiran 03 Oktober 1980 ini menyaksikan perbuatan melawan nurani dan merendahkan muruah, jiwanya mudah memberontak. Wajar saja. Zlatan memang berkepribadian keras. Dia pun ditumbuhkembangkan di Rosengård, wilayah di Malmö, sebuah lingkungan yang cenderung ganas.

Rosengård saat Zlatan masih kecil menjadi pemukiman seperti Yatsrib pada satu zaman: perpaduan penduduk berdarah pribumi serta pendatang. Banyak pendatang bermukim di sana dari ragam macam tempat dengan berbagai latar belakang. Kemarahan yang dipicu oleh hal sepele adalah hal wajar dalam lingkungan sejenis demikian. Tak seluruh manusia secara individu bisa larut dalam rasa sama dengan manusia lainnya menjadi komunitas yang padu. Wajar juga jika tak mudah tinggal di lingkungan semacam itu.

Lantai empat sebuah rumah susun (apartemen) di jalan Cronmans, Rosengård, adalah tempat yang dihuni oleh Zlatan bersama keluarga. Tata ruang pemukiman seperti ini cenderung membuat saling menyapa antar tetangga menjadi peristiwa langka. Apalagi saat setiap penghuni memiliki kesibukan memeras segala daya dan upaya untuk bertahan dalam keseharian. Suasana ceria dalam nuansa rasa sama sulit dibangun bersama dalam kebersamaan dan membuat Zlatan sering sendiri dalam kesendirian.

Tak ada orang tua dan dewasa yang memiliki waktu untuk terlibat obrolan dengannya alih-alih membantu mengerjakan tugas dari sekolah. Malah nyaris tak ada orang yang meluangkan waktunya untuk sekedar bertegur sapa dengan Zlatan. Tak ada waktu luang untuk berbagi keluh dan kesah saat masing-masing orang menjadikan rumah sebagai tempat pelepas peluh dan lelah. Sebagai rumah untuk kembali, tempat tinggal tersebut lebih tepat disebut house alih-alih home sebagai gambaran.

Zlatan tak bisa bersikap manja dengan merengek pada seseorang saat didera persoalan. Dia harus senantiasa waspada dengan kekacauan yang mudah terjadi, mulai dari keributan, perkelahian, hingga sekedar pukulan. Masa kecil Zlatan dilalui dengan tak sempat merasakan banyak perhatian bahkan saat dirinya memang sedang membutuhkan perhatian.

Perhatian adalah hal sepele bagi orangtua dan orang tua yang buat anak terasa luar biasa. Melalui perhatian yang diberikan, anak merasa keberadaannya bermakna bagi manusia lainnya. Itulah mengapa orangtua ada gunanya, seperti itulah mengapa tetangga ada manfaatnya.

Satu saat Zlatan pernah jatuh dari atap di taman kanak-kanak hingga matanya lebam sekali. Selayaknya anak-anak ketika badan merasa kesakitan, Zlatan menangis sembari lari ke rumah. Berlari untuk mengharapkan elusan halus di kepalanya, atau setidaknya dihibur dengan petuah bijak walau terasa sebagai klise yang diafdruk berulang kali. Malang baginya, justru Zlatan harus mendapat amarah.

Bukan sekedar sikap kasar, Zlatan juga merasakan sikap kejam melalui ungkapan yang dihunjamkan. Pengalaman berharga ini membuatnya kerap didera lara melalui trauma terhadap perjalanannya saat masih belia. Sebagai pesepak bola industri, Zlatan dikenal memiliki semangat bekerja keras sepanjang perjalanan. Semangat bekerja keras diteladani dari kedua orangtua.

Ibunya, Jurka Gravić, adalah buruh cuci dengan semangat berapi-api untuk berjuang memenuhi kebutuhan harian. Terlebih setelah ibunya bercerai dengan bapaknya yang bekerja sebagai tukang, Šefik Ibrahimović, saat usia Zlatan belum genap berumur dua. Zlatan memang tak jatuh di perlintasan setitik perih mendewasakan. Dia berusaha menghadapi setitik perih itu dengan senyuman sebagai ketetapan tatanan Sang Pencipta.

Zlatan berusaha menghibur diri dengan mengambil hikmah bahwa perceraian orangtuanya adalah keputusan terbaik untuk semua: keluarga, rumah tangga, ibu, bapak, anak mereka berdua, serta tetangga juga barangkali. Tersiar kabar pada Zlatan bahwa pernikahan Jurka dan Šefik tidak berlangsung dengan baik. Pertengkaran dalam kebersamaan berbingkai pernikahan tak bisa dihindarkan lagi. Perpisahan pun menjadi keputusan yang perlu dihadapi dengan gembira, setidaknya menganggap sebagai jalan terbaik.

Setelah perceraian itu terjadi kedua anak Jurka dan Šefik tinggal bersama ibunya alih-alih dengan ayah. Hal ini wajar jika melihat tak ada tindakan cemar dilakukan oleh Jurka selain tak bisa menghindari pertengkan dengan mantan suami. Kecenderungan anak ketika orangtuanya bercerai adalah ikut bersama ibu, kecuali jika memang ibunya bermasalah semisal melakukan perbuatan cemar merendahkan muruah. Wajar juga jika Zlatan dan Sanela (saudara kandungnya) tetap merasakan rindu merindu pada bapak, meski mereka lebih rindu keharmonisan yang pernah bersama dijalani.

Semangat bekerja keras ibunya disaksikan Zlatan dengan kentara. Jurka menjalani keseharian dengan mencuci hingga empat belas jam setiap hari. Kadang Zlatan dan Sanela dibawa ikutserta membantu meringankan beban pekerjaan Jurka. Biasa berpeluh lelah setiap hari membuat waktu sang ibu untuk membelai anak terkurangi yang kemudian memberi pondasi sikap pengertian pada dua buah hati.

Sanela dan Zlatan mengerti bahwa keseharian keras yang dilakoni memaksa mereka bersikap keras juga. Keduanya mengerti bahwa sedikitnya waktu dari ibu untuk membelai mereka adalah dampak dari keterpaksaan yang dialami bersama. Ibu terpaksa mengurangi waktunya demi mempertahankan Zlatan dan Selena untuk terus dapat bertahan menjalani keseharian selanjutnya.

Waktu yang sedikit tak mengikis rasa cinta antara Zlatan dan Jurka yang terus berpadu manis. Bahkan rasa cinta mereka tak terkikis walau perbincangan di rumah tampak sadis. Zlatan ditumbuhkembangkan dengan perbincangan seperti, “Hei tolol, ambilkan susu!” alih-alih sejenis, “Sayang, bisakah kau ambilkan susu buat ibu?”.

Zlatan juga sudah akrab dengan pukulan benda keras di badannya. Pukulan pada anak memang perbuatan keras, namun tak bisa disebut kejam begitu saja. Keras tak selalu kejam dan kejam tak melulu keras, karena keduanya memang dua perkara tak berkelindan dan berbeda. Orang yang meludahi wajah orang lain tak bisa disebut keras namun hal ini sangatlah kejam. Perkara yang dimengerti oleh Zlatan semenjak belia membuat rasa cinta pada ibunya tak pernah terkikis sekaligus menumbuhkembangkannya dalam sikap keras yang tak kejam.


Sanela adalah orang yang sering terlibat dengan Zlatan dalam berbagi keluh kesah bersama. Sanela merupakan satu-satunya saudara Zlatan dari Jurka dan Šefik, lebih tua dua tahun ketimbang Zlatan. Kecenderungan puan yang lebih cepat mencapai kematangan ketimbang laki diperkuat keadaan lingkungan mewarnai keseharian membuat Sanela menjadi puan matang sejak belia. Bagi Zlatan, Sanela adalah orang yang mengalami percepatan kematangan. Sanela sudah dewasa pada usia yang wajar jika belum bisa dewasa. Sebagai anak sulung, Sanela dengan sendirinya berperan sebagai orangtua ekstra untuk Zlatan.

Sanela bagi Zlatan lebih dari seorang kakak kandung pelepas sendu. Sanela selalu berusaha berbagai waktu sebagai sahabat dengan adiknya, menjaga mereka layaknya seorang bapak, sembari menjalani keseharian di rumah seperihalnya ibu. Sanela berbakat dalam olahraga lari. Segala hal yang mudah dilakukan seseorang namun dirasa sulit bagi orang lain adalah bakat yang dimiliki.

Sanela merasakan kemudahan saat berlari cepat mengungguli rekan seumuran. Kakak yang dicintai Zlatan ini memiliki catatan menawan sebagai pelari tercepat di Skane untuk kelas sepergaulan. Sanela sempat tekun berlatih dalam olahraga lari, hanya saja setelah satu masalah mewujud lara didera mendadak puan keras ini menjadi pendiam. Sanela bertahan menahan riak sesak agar tak tumpah dalam tangis kesedihan dengan diam dalam kelam.

Perjumpaan nyaris rutin dengan bapak di akhir pekan menjadi katup pelepas rindu Zlatan dan Sanela pada Šefik. Satu kesenangan menggembirakan dilakukan dengan menghabiskan waktu bersama.

Jalan-jalan sambil menikmati hamburger dan es krim di Pildammsparken atau ke Linmhamn, dua tempat Malmö, agar waktu terasa asyik. Sebagai bentuk rasa sayang pada sang anak, Šefik kadang memberikan uang pada mereka untuk membeli pizza atau minuman berkarbonasi pada kedua buah hatinya.

Pernah sekali Šefik membelanjakan banyak uangnya untuk membelikan sepasang Nike Air Max yang diberikan pada Zlatan dan Selena. Harga sepatu ini sekitar seribu Krona pada waktu itu. Selain terbilang mahal, sepatu ini juga menjadi dambaan banyak orang di lingkungannya.

Tentu sepatu warna hijau yang diberikan pada Zlatan dan warna merah jambu untuk Sanela menjadi barang mewah bagi mereka. Satu hadiah mewah yang memberi rasa gembira pada Zlatan dan Sanela. Rasa gembira untuk sekedar melupakan setitik lara yang didera mereka berdua.

Setitik lara kembali didera mereka berdua saat musim dingin 1990 tiba. Pergolakan di rumah ibunya terjadi tanpa pernah diduga. Beberapa peristiwa tak mengenakkan perasaan terjadi. Salah satunya adalah ibunya ditangkap petugas keamanan lingkungan karena menyimpan barang curian berupa sebuah kalung pemberian teman Jurka.

Teman Jurka yang menyadari pembawa barang tersebut dicari polisi segera melemparkan kesalahan pada Jurka. Polisi menemukan kalung itu sesudah diterimanya. Alhasil, Jurka pun disergap dan terpaksa beberapa waktu meninggalkan kedua anaknya.

Sanela yang mulai memasuki usia remaja menangis karena hal ini. Dia berusaha untuk menenangkan diri sendiri. Zlatan pun demikian. Keduanya saling menghindar sejenak. Bukan karena terlibat pertikaian melainkan masing-masing hanya ingin menenangkan diri sendirian di tengah riak kuldesak. Zlatan lalu menemukan kegembiraan sebagai pelarian rasa lara yang didera: sepak bola. Zlatan mulai gembira ketika bermain sepak bola.

Belum terbesit dalam angannya bahwa sepak bola adalah jalan menjanjikan, bukan pelipur lara semata. Saat itu jiwa Zlatan sedang mudah meledak-ledak dan bermain sepak bola adalah penyalur ledakan jiwa yang dipilihnya. Kegembiraan dirasakan lebih dari katup pelepas lara. Perlahan Zlatan merasa bahwa sepak bola adalah jalan yang bisa ditekuninya.

Tampak lebih mahir saat bermain dengan teman-teman membuat Zlatan merasakan hal ini. Apalagi dia bisa bermain sepak bola semaunya sendiri. Mau sendirian, bersama teman-teman, mau di pekarangan rumah, di taman, di lapangan, atau di halaman sekolah saat istirahat... semua bisa dilakoni.

Tak merentang waktu lama, November 1990, petugas layanan sosial lingkungan melakukan pemeriksaan terhadap keluarga Zlatan. Hasil pemeriksaan ini menyimpulkan bahwa lingkungan tempat tinggal ibu tak baik untuk Zlatan dan Sanela. Bukan karena sikap ibunya dianggap buruk, hanya saja saat itu sedang terjadi kekacauan di lingkungan. Keadaan tempat tinggal Jurka memaksanya kehilangan hak asuh untuk Zlatan dan Sanela.

Kesimpulan pemeriksaan yang memutuskan bahwa hak asuh Zlatan dan Sanela dialihkan pada Šefik tentu memberi rasa kecewa mendalam pada Jurka. Semacam rasa sedih kehilangan yang ditanggapinya dengan kucuran air mata. Zlatan pun demikian, walau saat bersama ibunya Zlatan merasakan sikap keras didera, dia sangat mencintai ibunya. Zlatan mengerti rasa cinta dari ibunya, kesulitan yang dihadapi, dan lingkungan yang memaksa mereka tak selalu bisa bersama dalam suasana biasa.

Šefik sendiri tak hendak memisahkan Zlatan dan Sanela dari Jurka. Sebagai bapak, dia hanya ingin berusaha menyelamatkan masa depan buah hatinya. Šefik hanya membajak anak-anak sejenak. Sang bapak mengambilalih pengasuhan anak untuk memberi waktu pada ibunya anak-anak agar keseharian yang dijalani lebih layak. Hal ini tampak pada cara Šefik menindaklanjuti keputusan petugas layanan sosial lingkungan. Šefik tak serta merta membawa Zlatan dan Sanela sekaligus. Selama beberapa pekan, hanya Sanela yang tinggal bersama Šefik, sementara Jurka tetap menjalani keseharian bersama Zlatan. Walau begitu, ini bukan jalan keluar yang bagus.

Zlatan malah tambah merasa kesepian. Kalau sebelumnya dia hanya merindukan bapak, kini rasa rindu itu diserta rindu pada kakak. Rasa sama juga dialami Sanela, yang terus merindukan Jurka dan Zlatan. Sejenis jalan keluar dari kuldesak yang malah kembali menimbulkan riak kuldesak.  aret 1991, keduanya bertukar pengalaman. Kini Sanela tinggal dengan ibu dan Zlatan dengan bapak. Hal

Langkah ini bukan saja diambil orangtua mereka, juga didukung dengan keputusan petugas layanan sosial lingkungan. Keputusan tersebut menyebutkan bahwa hak asuh Sanela dimiliki Jurka dan Šefik mendapatkan hak asuh untuk Zlatan. Sanela dan Zlatan tetap tinggal terpisah dalam ruang. Namun mereka kini sekarang terpisah dalam rentang jarak yang lebih dekat serupa keduanya tak pernah hilang dari rasa sayang.

Šefik memutuskan pindah ke pemukiman yang tak jauh dari Jurka. Šefik, bagi Zlatan, adalah sosok berhati lapang yang bahkan siap mati demi anak-anaknya. Wajar jika Šefik rela pindah agar Sanela dan Zlatan tak pernah merasa berpisah, setidaknya tetap tinggal berdekatan. Sanela sendiri kemudian bekerja sebagai penata rambut. Pengalaman keras saat masih anak-anak membuat Sanela tumbuh sebagai puan tangguh dan lembut.

Sanela kukuh emosi dan penuh empati. Pengalaman yang dilalui tak mudah oleh Sanela memberinya hikmah agar terus dapat melawan badai. Kakak yang hebat ini kerap disamakan dengan adiknya, baik fisiknya maupun sikapnya. Hanya saja Zlatan selalu keberatan lantaran dia merasa mbeling jauh berbeda dibanding kakaknya.

Zlatan yang mulai menjalani keseharian dengan Šefik segera menyadari bahwa keinginan membawa teman bermain ke rumah tak diperkenankan. Zlatan menurutinya hingga saat ada teman mengajak bermain di rumahnya, dia memilih menghindarkan ajakan. Suasana yang sepi di rumah Šefik kosok bali dengan rumah Jurka. Saat bersama Jurka, Zlatan bebas membawa teman-teman bermain di rumahnya, malah keramaian bukanlah suasana langka.

Hanya saja, Zlatan mengerti penyebab perkara ini. Dia mengerti kebiasaan mabuk Šefik bukan hal baik untuk dilihat anak seumuran Zlatan. Kebiasaan mabuk Šefik tetap tak membuat rasa cinta Zlatan pada bapaknya terkurangi. Baginya, Šefik adalah teladan istimewa yang memberi daya dorong luar biasa. Memang tak selalu ada bagi Zlatan, hanya saja saat Zlatan membutuhkan, Šefik akan melakukan segalanya.

Zlatan malah hanya merasakan ‘sentuhan fisik’ dari Šefik sekali saja, kosok bali saat dia bersama Jurka yang kerap dipukul ketika berbuat tak selayaknya. Bersama Šefik, Zlatan dididik agar mengerti keadaan dan berempati. Dari empati terhadap kebiasaan mabuk Šefik, Zlatan segera mengerti satu hal: bapaknya mabuk hanya untuk lari dari rasa laranya. Zlatan merasakan satu lubang menganga dalam hati tak lagi terisi.

Satu kapling dalam kalbu tak lagi diisi oleh puan yang terlibat ikatan kasih sayang. Satu lubang yang membuat Šefik selalu merasa kurang. Satu lubang yang membuat Zlatan sanggup melantan keharmonisan dalam ikatan azam dengan Helena Seger, majikannya istrinya. Kebersamaan Zlatan dan Helena dalam bingkai keluarga dan rumah tangga yang mereka bina tampak mesra.

Namun catatan tersebut jauh dari angan jika menengok kembali perjumpaan perdana mereka. Perjumpaan perdana mereka bukanlah pertemuan dua hati dalam suasana romantis walakin satu pertemuan panas yang sempat menimbulkan pertikaian meriah. Zlatan yang saat itu berusia 21 tahun sementara Helena berumur 32 tahun, dengan sikap arogan melintangkan mobilnya menghalangi laju mobil Helena. Melalui Ferrari yang dikemudi, Zlatan memberikan tatapan mata pada Helena yang mengendarai Mercedes dengan rasa amarah.

Helena yang sedang bad mood segera terpantik emosinya hingga sempat terjadi pertikaian antar keduanya. Pertikaian peletak benih-benih kasih sayang sepanjang zaman bagi keduanya. Memula perjumpaan dengan pertikaian, belakangan Zlatan justru kesengsem dengan puan yang dianggapnya tinggi hati ini. Arogan kejar-kejaran dengan arogan untuk membangun kerajaan arogan, sejenis demikian barangkali.

Barangkali juga karena memula dengan pertikaian, perjuangan Zlatan tak selurus tendangan cannon ball-nya. Helena saat itu memang sedang sibuk mencari pekerjaan tambahan. Hasrat menjadi seorang wiraswasta menggeliat kuat dalam benaknya. Waktu luang saat libur dari pekerjaan sebagai manajer di akhir pekan dipakainya untuk bekerja di restoran alih-alih istirahat penuh seharian.

Sebagai laki, Zlatan juga sebenarnya bukan pangeran cinta idaman Helena. Terlebih lagi Helena tak memiliki pikiran untuk menjadi kekasih pesepak bola, apalagi yang 11 tahun lebih muda darinya. Lebih dari itu, Helena tampak sudah tak berhasrat hidup berpasangan menyemai keluarga dan rumah tangga.

Helena tumbuh sebagai puan mandiri yang tangguh dan lebih senang merinstis karier berwiraswasta. Banyak perusahaaan di banyak kota mulai dari Oslo, Copenhagen, Amsterdam, Malmö, Stockholm, Göteborg, dan Torino, sudah diberi sentuhannya. Seakan wajar jika Helena merasa tak membutuhkan kehadiran Zlatan sebagai suaminya. Tahu bahwa Helena tak butuh pendamping asmara, Zlatan justru tertantang menaklukannya.

Zlatan mengalami masa kecil dengan kerelaan saat keinginannya bersama ibu dan bapak selalu terwujud dalam ruang dan waktu berbeda. Hal ini banyak memengaruhi Zlatan bahwa lubang kasih sayang antar pasangan harus terisi tanpa boleh dibiarkan hilang begitu saja. Hal ini pula yang membuatnya memiliki gairah tak biasa dalam mengejar Helena. Semat evil-super-deluxe-bitch menjadi sanjungan Zlatan pada Helena.

Semat yang tampak tak mengenakkan tersebut hanyalah gambaran perasaan Zlatan terhadap Helena. Bagi Zlatan, Helena adalah sosok mandiri, percaya diri, dan tega berkata tidak meski tahu diri ada yang sedang menggilainya. Zlatan, sang arogan, pun akhirnya diterima atas dasar belas kasih ... kasih sayang Helena. Keduanya mulai mengenang pertikaian dalam perjumpaan perdana dengan gembira saat mulai menjalani masa-masa berdua bersama.

Kasih sayang Zlatan dan Helena mengubah mereka berdua. Zlatan mulai lebih tenang dan nyaman dalam meniti karier sementara Helena menyesuaikan suami dengan mengurangi proyek bisnisnya. Wajar saja, karier Zlatan yang nomaden memaksa Helena ikut pindah jika tak ingin jauh berpisah. Kasih sayang yang terus berpadu membuat keduanya melakoni persemaian keluarga dan rumah tangga yang datar-datar saja tak begitu meriah.

Hubungan yang datar-datar saja semakin datar seiring kehadiran buah hati yang menyertai: Maximilian (lahir 22 September 2006) dan Vincent (lahir 06 Maret 2008). Kehadiran keduanya menjadi sarana Zlatan agar satu sisi yang pernah dialami bukan menjadi persoalan.

Zlatan bisa menjadi kepala keluarga yang patut dianut, suami yang bagus untuk Helena, serta bapak yang keren untuk Maximilian dan Vincent. Demikian halnya dengan Helena, yang bisa memerankan diri sebagai kepala rumah tangga sekaligus istri yang bagus dan ibu yang menakjubkan. Segala risakan yang datang meriak sanggup dihadapi bersama hingga kebersamaan mereka tak terhentak. Tak ada catatan keduanya pernah mengalami riak kuldesak.