Oase itu Bernama Laskar Cinta


Author : Dhani Ahmad Prasetyo

Dhani Ahmad Prasetyo; Dhani Ahmad; Prasetyo; Dhani; Ahmad; Ahmad Dhani Prasetyo; Ahmad Dhani; ADP; 26 Mei 1972; 26; Mei; 1972; Kirana Azalea; Adib Rifqi Setiawan; Adib; Rifqi; Setiawan; AdibRS; Adib RS; Alobatnic; Pelantan; Santri Scholar; Santri; Scholar; Oase itu Bernama Laskar Cinta;

Saya (Ahmad Dhani) merasa kaget dan terhenyak saat membaca segmen Horison harian Republika, khususnya pada tulisan berjudul besar Laskar Cinta Sensasi Kebablasan Dewa. Tulisan tersebut berupaya mengupas Pentas band Dewa yang ditayangkan secara langsung melalui Trans TV, Ahad. Sebagai Pihak yang terkait, dalam kapasitas pimpinan band Dewa, saya menganggap tulisan tersebut bersifat sepihak, meskipun ada pernyatan dari pihak manajemen Dewa.

Terdorong oleh faktor itulah, saya membuat tulisan jawaban dalam kerangka memberi informasi dan pemahaman yang sebanding sehingga para pembaca dan masyarakat Indonesia pada umumya dapat mencerna secara proporsional dan fair.

Dengan segenap kerendah-hatian, saya ingin menyampaikan bahwa perstiwa tersebut, demi Allah, benar-benar murni musibah tanpa kesengajaan, terutama akibat ketidaktahuan team setting Panggung Trans TV. Sebagai Pribadi yang berupaya terus-menerus untuk tawadhu’ dan tunduk kepada Allah SWT., saya dan anggota band Dewa pada umumnya, tidak mungkin memiliki niat melakukan tindakan penghinaan kepada Allah yang Maha Agung, sebuah tindakan yang keji dan kotor. Meskipun barangkali saya bukan seorang Muslim yang telah sempurna dalam menjalankan semua syariat, penulis berupaya untuk tetap takzim.

Saya memahami sepenuhnya akibat terlukanya hati saudara-saudara seiman, terutama jika saya sampai hati melecehkan atau berbuat tidak terhormat. Dalam hal ini, saya sangat berharap adanya masukan-masukan dan saudara-saudara seiman. Sekeras apapun masukan tersebut, asal tetap dilakukan dalam koridor persaudaraan seiman, yakni dipenuhi nasihat serta pertimbangan kebijaksanaan yang luhur, akan saya terima dengan lapang dada. Tetapi saya merasa tidak habis pikir jika kemudian muncul hujatan-hujatan yang serba menyudutkan, memfitnah, dan memprovokasi.

Berkali-kali dunia ekspresi seni di Tanah Air diguncang oleh hal yang serupa, yakni ketika seni dibuldozer dengan penafsiran atas keyakinan-keyakinan tertentu. Para penafsir berlaku seolah-olah Musa menghujat Fir’aun, meskipun ia belum tentu seperti Musa, dan yang dihujat belum tentu seperti Fir’aun. Tanpa harus menghakimi siapa yang benar dan siapa salah, cara-cara semacam itu tidak pernah menghasilkan solusi yang positif bagi kedua belah pihak. Bukankah Rasululllah sendiri menganjurkan agar dakwah dilakukan dengan cara-cara yang baik dan bijak.

Lirik Lagu Dewa

Di sisi lain, saya juga sangat berharap pada kritisi, yang juga saudara-saudara seiman, mau sedikit meluangkan waktu membaca lirik-lirik lagu dalam album Laskar Cinta, dengan penuh ketelitian dan sedikit perenungan. Lirik-lirik tersebut memuat luapan cinta kepada Sang Khalik, juga usaha saya untuk melakukan “sedekah” bagi-Nya. Bukankah sedekah yang tulus dan tersembunyi lebih bermakna, meski perlu waktu untuk mengetahuinya dengan jelas.

Mungkin di telinga sebagian pendengar lagu-lagu DEWA, cinta yang termaktub adalah sangat rendah maknanya, sangat duniawi. Tapi, bagi mereka yang cermat tentu akan menemukan “cinta” kepada-Nya. Inii dapat disimak dan lirik lagu Pangeran Cinta antara lain “siapa yang masih tinggal dan eksis di saat semua ciptaan musnah”, bukankah Dia Allah yang Hayyun Qayyum (QS. 55:27). Apresiasi akan sebuah Hadist Rasulullah riwayat Imam Bukhari, juga telah mendorong saya untuk menulis lirik lagu Satu. Demikian juga lagu Hadapilah Dengan Senyuman adalah inspirasi dan sabda junjungan kita Muhammad SAW. tentang mulianya sedekah dengan senyuman serta diilhami firman Allah tentang dosa putus asa (QS. 12:87).

Kekaguman kepada Sayyidah Rabi’ah al-Adawiyah, membawa saya kepada Perenungan tentang pengabdian kepada Allah tanpa pamrih, menginspirasi saya rnencipta lagu yang saat ini tengah Populer dibawakan Chrisye. Memang harus saya akui ada lirik-lirik komersil yang sengaja saya selipkan dalam beberapa lagu.

Contra  Effect Laskar

Dalam keadaan semacam itu, perilaku menginjak-injak kemuliaan Allah yang sangat saya yakini sebagai Pembimbing hidup satu-satunya, adalah suatu hal yang kontradiktif dengan keimanan saya sendiri. Demi Allah yang Maha Tahu, peristiwa di Trans TV itu murni akibat ketidakmengertian kawan-kawan akan makna sesungguhnya simbol tersebut, bahkan para personel Dewa pun tidak. Semuanya saya simpan dalam-dalam di lubuk hati saya.

Adapun pemakaian simbol mulia, di samping karena memenuhi syarat estetika, adalah dalam rangka ingin memenuhi harapan besar akan tersebarnya kasih sayang Allah ke segenap hati umat manusia. Saya menyakini akan firman Allah bahwa “Dia adalah Tuhan alam semesta” (QS. 1:2); “Tidak hanya Tuhan kaum muslimin semata, tetapi Tuhan semua manusia” (QS. 114:1). Lambang bintang delapan melambangkan delapan Penjuru angin sebagai simbol ke mana saja kita berpaling di sana ada wajah-Nya (QS. 2:115)

Semua pemahaman di atas adalah murni penafsiran saya dalam memahami ayat-ayat kauliyah maupun kauniyah. Saya tidak bermaksud menggurui, hanya merasa perlu menjelaskan semuanya karena saya tidak menginginkan musibah ini berkembang menjadi luka membusuk yang tidak saja merugikan saya sebagai Muslim namun juga mencoreng wajah kita sendiri, dan menanamkan kebencian terhadap sesama. Apapun kekurangan pada diri saya, saya adalah saudara seiman, dan menyembunyikan aib sesama kaum beriman itu suatu perbuatan yang mulia.

Adapun judul album "Laskar Cinta" sama sekali bukan suatu satire untuk Laskar Jihad yang sangat terkenal, namun murni idiom saya dan beberapa sahabat yang peduli dan tergugah tatkala sering mendengar, melihat, dan membaca betapa kata “laskar” sering diartikan secara sepihak dengan konotasi negatif, oleh sebagian kalangan. Jihad sendiri terlalu sering diberi makna sempit sebagai perang, dan dikaitkan dengan tindakan-tindakan anarkis oleh mereka yang tidak memahami maknanya yang hakiki.

Maka, saya dan beberapa sahabat mencoba menawarkan sebuah oase kesejukan dengan menggabungkan kata “cinta” dan “laskar”, tentunya juga bukan cinta dalam arti yang sempit seperti yang selama ini populer. Saya berharap dengan demikian ada contra-effect yang ditimbulkan (tentu dalam jangka panjang) hingga tak selamanya kata “laskar” harus bersanding dengan kata “jihad” dalam artian sempit.

Saya sungguh sangat menyesalkan tulisan yang membenturkan saya dengan saudara-saudara sesama Muslim, juga terhadap Laskar Jihad yang secara pribadi saya tidak pernah menaruh kebencian kepada mereka sedikitpun. Apalagi secara juiur harus saya akui bahwa saudara-saudara yang bergabung dalam Laskar Jihad telah banyak berbuat untuk umat ini dibandingkan sumbangsih saya pribadi.

Saya juga bertekad untuk selalu mencoba berdiri di atas dan untuk semua golongan. Namun sebagai individu Muslim, saya berkeinginan bebas mengutarakan cita-cita mulia tersebut tanpa harus mengorbankan saudara-saudara yang sangat saya sayangi.

Terlepas dan itu semua saya secara pribadi menyampaikan permintaan maaf kepada siapapun atau pihak manapun yang merasa tersinggung akan ucapan atau tindakan saya selama ini. Saya juga ingin menyampaikan terima kasih atas tegur sapa, juga kritik membangun yang ditujukan kepada saya dan Dewa. Insya Allah, saya akan berusaha lebih baik lagi bagi agama, bangsa dan negara tercinta.

Khusus kepada Bapak D Sirajuddin AR, saya sampaikan syukran atas husnuddzon-nya. Allah merahmati kita semua dan sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih. Saya akan nukil beberapa bait puisi Rumi untuk kita renungkan:
Ketahuilah,
bahwa segala-gala yang kasat mata adalah fana,
Tapi dunia makna tak akan pernah sima.
Sampai kapankah engkau akan terpikat oleh bentuk bejana?
Tinggalkanlah ia:
Pergi, airlah yang harus engkau cari
Hanya melihat bentuk,
makna tak akan engkau temukan.
Jika engkau seorang yang bijak,
ambillah mutiara dalam kerana.

Note
Artikel ini diterbitkan melalui Harian Republika, edisi 20 April 2005.